Menjadi seorang fans tim sepak bola bukanlah kegiatan yang paling menyenangkan, apalagi jika tim sepak bola kesayanganmu bukanlah kesebelasan terbaik di seluruh dunia ini. Menjadi fans A.C Milan (atau biasa sering disebut Milanisti) bukanlah hal yang mudah.
Saya pribadi sudah pernah merasakan era kejayaan tim setan merah ini, tepatnya pada tahun 2006, tahun pertama kali saya jatuh cinta dengan tim ini. Ricardo Kaka adalah sosok yang menjadi idola anak kecil pada saat itu, termaksud saya. Gayanya dalam mengolah kulit bundar, gerakan tanpa bolanya yang mematikan dan tentunya kepribadiannya di atas lapangan membuat dia layak menjadi panutan siapapun. Pada tahun itu, A.C Milan menjuarai Champions League untuk yang ketujuh (dan terakhir sampai saat ini) kalinya setelah membalaskan dendam kesumat melawan Liverpool. Kaka juga menjadi pemain terbaik dan mendapat gelar Ballon D'or, mengalahkan Messi dan Ronaldo.
Tetapi setelah itu? Mungkin hanya prestasi scudetto tahun 2011 saja yang cukup gemilang yang bisa dibanggakan oleh fans. Selebihnya, harus saya akui. A.C Milan berubah menjadi tim ampas !
Gonta-ganti pelatih, pemain medioker, investor yang tidak jelas, sampai pembelian pemain yang tidak sesuai dengan kebutuhan pelatih dan permainan modern sepak bola. Semuanya terasa kacau balau, ancur dan menyedihkan. Sampai akhirnya, sang dewa Milan kembali ke rumahnya.
Ya, Zlatan Ibrahimovic. Bukan Pep Pioli.
Tim ini membuat sensasi luar biasa dan menarik perhatian seluruh dunia. Berisikan gelontoran pemain muda yang angin-anginan dan ditombaki oleh striker ganas seperti Ibra membuat tim ini tidak bisa dihentikan lajunya. Tercatat, Milan tidak bisa dikalahkan oleh tim manapun dalam semua kompetisi selama 23 pertandingan berturut-turut! Suatu rekor yang bahkan Ancelotti atau Sacchi dengan Trio Belandanya tidak bisa lakukan. Tetapi Pioli, Zlatan, Castillejo dan pemain medioker lainnya mampu melakukannya.
Torehkan rekor kemenangan beruntun ini tentunya adalah kabar baik bagi fans Milan atau Serie A pada umumnya. Mereka (termaksud saya) sudah mulai kembali keluar goa dan mulai berkoar-koar di sosial media. Terlebih setelah kami berhasil meraih Capolista paruh musim. Suatu pencapaian yang sudah lama sekali tidak pernah kita rasakan atau lihat dengan mata kepala kita sendiri. Membanggakan!
Permainan atraktif disajikan di atas lapangan, semangat 45 anak-anak muda berkobar dengan bara api yang panas di lapangan. Menggunakan formasi 4-3-2-1 Pep Pioli (julukan yang diberikan kepada Pioli oleh Milanisti karena sama-sama botak dengan Pep Guardiola) mampu dengan mudah meluluhlantahkan siapapun yang akan bertanding melawan Milan. Bahkan Juventus atau Inter yang selama ini selalu menjadi mimpi buruk untuk Milan terasa seperti anak SSB yang tak bisa berbuat banyak. Saat itu, kami merasa menjadi yang punya dunia, berada di atas segala-galanya. Sampai ada cuitan twitter yang berbunyi "Di atas langit masih ada A.C Milan". Yah dimaklumi saja, sudah lama kami tidak keluar goa dan berkoar-koar di sosial media. Toh juga kesenangan kami tidak berlangsung lama.
Setelah jeda paruh musim, Milan tampak kehabisan bensin. Taktik yang itu-itu saja, cidera pemain-pemain inti dan vital, sampai ke Mercato (Jendela Transfer) Januari yang bapuk. Milan kembali ke setelan pabrik, mulai bermain katro dan gajelas. Milan mulai mengalami kekalahan, bahkan melawan tim kecil seperti Spezia, dan tentunya pukulan paling menyakitkan adalah kekalahan telak melawan rival sekota Inter (Merda) dengan skor telak 3-0! Disitulah yang tadinya kami merasa berada di puncak dan berkoar-koar di sosial media, mulai kembali ke goa masing-masing.
Satu hal yang sangat saya sayangi adalah ketidakpercayaan Pioli pada talenta muda Hauge yang saya dan banyak Milanisti rasa bisa mengubah jalannya pertandingan jika dimainkan. Pioli yang terus menerus memainkan Krunic dan Castilejo juga menjadi alasan yang tidak masuk akal di otak kami, mengapa, mengapa Pioli tetap memainkan dua pemain "Lord" tersebut? Hanya Tuhan dan Pioli saja yang tahu jawabannya.
Yah itu lah kehidupan, kadang kita di atas kadang juga di bawah. Saat artikel ini ditulis, Milan berada di posisi 4 dan menyisahkan 4 pertandingan. Ada 2 kemungkinan, Milan bisa bertahan di posisi 4 atau bahkan naik ke posisi 2 dan bermain di UCL. Tetapi, ada juga kemungkinan Milan terdepak sepenuhnya dari Zona Eropa.
Harapan saya? Tentunya adalah Milan bisa memenangkan semua sisa laga dan kembali bermain di UCL, sudah rindu bergadang untuk menyaksikan tim kesayangan bermain di kompetisi tertinggi di tanah Eropa.
Forza Milan!
Comments