Keesokan harinya, semuanya sudah terkemas rapi di dalam koper. Pakaian, barang pribadi dan beberapa barang milik mereka sudah mereka masukan semua ke dalam koper.
“Kenapa kita harus pergi, ayah?” tanya Patricia sembari menenteng koper kecil miliknya ke luar rumah.
“Kita akan pergi ke tempat yang jauh lebih baik dari sini sayang, kau tidak akan kecewa ataupun menyesal.” Jawab Andrea sembari mengelus rambut anaknya itu dengan lembut.
“Kau tidak ikut?” tanya Natalia yang sudah memasukan koper miliknya ke bagasi mobil.
“Aku akan menyusul kalian, aku masih punya tugas di sini yang belum kuselesaikan.” Jawab Andrea setelah mencium dahi Natalia dengan hangat.
“Kau berjanji akan menyusul?” tanya Patricia sebelum ia masuk ke dalam mobil.
“Aku berjanji sayang, sekarang masuklah ke dalam mobil dan bantu ibumu.” Jawab Andrea
sembari memeluk putrinya dengan hangat dan erat sekali. Tak lama kemudian, Patricia masuk ke dalam mobil. Timo, yang akan membawa keluarga Andrea menuju bandara mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil.
“Tenang saja tuan, semuanya akan aman bersamaku!” kata Timo dengan senyuman lebarnya, Andrea hanya membalasnya dengan senyuman.
“Kau akan menyusul esok?” tanya Aurora yang sudah masuk di dalam mobil.
“Yeah, jika kau perlu sesuatu cukup telpon saja rumah ini. Aku akan melakukan permintaanmu sebisaku.” Jawab Andrea dan Aurora menganggukan kepalanya.
“Jaga dirimu baik-baik sayang, ku tunggu pulangmu.” Kata Aurora kemudian ia mencium bibir Andrea dengan hangat, ia harus mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil untuk menggapai Andrea.
“Aku akan pulang.” Kata Andrea, dan Aurora tersenyum dengan manis.
Tak lama kemudian, Timo memacu mobilnya dan pergi meninggalkan Andrea sendirian. Cuaca semakin dingin di kota ini, tetapi entah kenapa tubuh Andrea terasa panas dan membara. Sesaat lagi, dia akan bertarung dengan kawan lamanya dan itu bukanlah pertarungan biasa, pertarungan itu akan menjadi pertaruhan nyawa dari kedua mantan prajurit terbaik.
Andrea masuk kembali ke dalam rumahnya, kini hanya tersisa beberapa barang yang mereka tak bisa bawa bersama dan juga beberapa barang pribadi milik Andrea. Senapan Lee-Enfield Mark 3 pemberian Peter masih terpajang di dinding ruang makan rumah itu, Andrea kemudian berjalan menuju senapan itu dan mengambilnya.
Senapan indah dan mematikan itu kini sudah tertutupi debu tipis di gagangnya, tetapi sejauh mata memandang. Andrea merasa tidak ada yang salah dengan senapan ini, Andrea kemudian menarik tuas kokang senapan itu ke belakang dan keluarlah satu butir peluru yang langsung jatuh ke lantai.
Setelah itu, Andrea meletakan senapan itu di meja dan kemudian membersihkannya. Ia membongkar bagian demi bagian dan membersihkannya dengan kain dan minyak khusus, setelah itu Ia memasang kembali bagian-bagian itu dan senapan itu tampak seperti baru lagi.
Andrea yakin apabila Peter akan menggunakan senapan M1 Garand, senapan khusus tentara Amerika yang Andrea berikan kepadanya sebagai ganti senapan Enfield ini. Andrea tahu betul mekanisme senapan Garand, dan apabila Ia harus bertarung melawan Peter yang menggunakan senapan Garand, maka Andrea berada dalam posisi bahaya.
Karena satu-satunya yang membedakan senapan Garand milik Peter dan Lee-Enfield milik Andrea adalah, senapan Garand bisa ditembakan secara terus menerus tanpa harus menarik tuas kokang setelah usai menembak. Sementara senapan Lee Enfield harus ditarik tuas kokangnya seusai menembak baru kemudian bisa melanjutkan tembakan kedua.
Andrea tentunya tahu cara untuk mengakali perbedaan beberapa detik yang akan menjadi penentu hidup dan mati ini, tetapi tetap saja Ia harus terus waspada dan siap siaga. Terlebih pemegang M1 Garand bekas miliknya itu adalah sahabatnya yang juga adalah seorang penembak jitu yang sangat baik.
Lalu, Andrea dengan sigap mengetes kelancaran tuas kokang senapan ini. Ia menarik tuas kokang dan kemudian mendorongnya kembali secara berulang-ulang, dan ketika Ia sudah mengetahui apabila semuanya lancar dan tidak ada yang rusak. Ia lalu memasukan clip peluru sejumlah sepuluh buah ke dalam senapan itu, senapan lama ini akhirnya sudah siap untuk ditembakkan lagi.
Andrea kemudian menyusun beberapa botol minuman di meja makan dan kemudian mundur beberapa langkah, kemudian Ia mulai membidik ke arah botol paling kiri, ibu jari dan telunjuk tangan kanannya memegang tuas kokang sementara jari tengahnya siap untuk menarik pelatuk.
Setelah menarik nafas panjang, Andrea menembakan senapan itu dan memecahkan botol yang ia bidik tadi. Selanjutnya, ia menunjukan ketangkasan dan kecepatannya dalam menggunakan senapan Lee-Enfield ini. Jari-jarinya saling bekerja sama dengan baik sehingga Andrea bisa menembakan 10 peluru dalam waktu yang sangat singkat dan seperti tanpa jeda. Kini, ruang makan rumahnya penuh dengan pecahan botol kaca yang memenuhi seisi ruangan.
Seusai menghancurkan seluruh botol tadi, Andrea mulai merasa lebih baik. Ia yakin ia bisa membunuh kawan lamanya itu esok, maka dari itu Ia mulai menyalakan televisi dan mulai menonton film yang ditayangkan stasiun televisi kala itu.
Hari sudah berganti malam ketika Andrea mematikan televisinya dan memutuskan untuk tidur, tanpa ditemani oleh istri dan kedua anaknya. Rumah ini terasa sangat sepi dan dingin, dan tidur Andrea juga tidak senyaman biasanya seperti ketika istrinya berada di sampingnya.
Matahari kembali menyambut kedua mata Andrea esok paginya, alih-alih suara peralatan dapur yang menyambut telinga Andrea, suara dering telepon berbunyi nyaring justru menyuruh Andrea untuk bangkit dari kasur dan mengangkatnya.
“Kawan lamamu menyewa kamar hotel nomor 128, lantai kedua di Hotel Carmella.” Kata Gilardo dari balik telepon.
“Kapan kau akan mengunjunginya?” tanya Gilardo dan Andrea memikirkan jawabannya sesaat.
“Sebentar lagi, aku akan bersiap-siap terlebih dahulu.” Jawab Andrea.
“Aku harap kau berhasil, Robert kemarin baru saja menjalankan tugasnya dengan sempurna. Ia menghancurkan kantor polisi di kota ini sampai tak tersisa satupun, kini suasana kota menjadi terasa lebih nyaman tanpa mereka.” Kata Gilardo dan Andrea tertawa kecil.
“Setelah kau membunuh kawan lamamu itu, kunjungi aku. Aku akan memberikanmu hadiah terakhir sebelum kau pergi.” Lanjut Gilardo dan sambungan telepon terputus.
Andrea lalu bergegas mandi dan mulai bersiap-siap untuk melakukan tugasnya, tak lupa ia mengenakan pakaian terbaiknya. Ia mengenakan pakaian serba warna hitam, mulai kemeja, celana sampai jas anti-pelurunya berwarna hitam gelap. Tak lupa juga topi fedora berwarna hitam miliknya yang menutupi kepalanya.
Setelah siap, Andrea kemudian berjalan ke lemari senjata miliknya dan mengambil clip peluru berjumlah 10 buah dan memasukannya ke dalam senapan Lee-Enfield miliknya.
Setelah semuanya sudah siap, Andrea lalu berjalan keluar rumah tetapi langkahnya terhenti ketika telepon rumahnya kembali berbunyi.
“Kau baik-baik saja sayang?” tanya Aurora dari balik telepon, Andrea merasa sangat tenang dan jauh lebih hangat ketika mendengar suara istrinya itu.
“Yeah, aku baik-baik saja. Aku baru saja mau pergi menjalankan tugasku. Kau sudah sampai?” tanya balik Andrea.
“Kami baru sampai beberapa jam yang lalu, sekarang kita sudah berada di rumah yang baru saja kau beli beberapa waktu yang lalu itu. Sangat indah di sini! Aku tak sabar menunggumu kesini.” Jawab Aurora dan Andrea tak bisa menahan senyumnya.
“Aku akan datang sayang, aku berjanji.” Kata Andrea.
“Oh ya, Patricia bilang boneka kesukaannya tertinggal di kamarnya. Itu boneka beruang warna putih yang kau belikan waktu itu. Ia bilang ia tak bisa tertidur jika tak ada boneka itu.” Ucap Aurora.
“Baiklah, aku akan mengambilkannya nanti. Ada yang lain?” tanya Andrea dan hening sejenak.
“Aku harap kau tak apa-apa nanti, aku yakin kau bisa melakukan ini.” Jawab Aurora, dan saat itu Andrea ingin sekali mencium istrinya dengan hangat.
“Aku pasti tak akan kenapa-kenapa, kau tak perlu khawatir sayang.” Sahut Andrea dan mereka berdua tertawa sebelum akhirnya sambungan telepon Andrea sudahi.
Sebelum pergi keluar rumah, Andrea memutuskan untuk mengambil 3 buah clip peluru yang masing-masing berisikan 10 buah ke dalam saku jasnya. Tak lupa juga ia membawa beberapa peluru untuk Revolver miliknya untuk berjaga-jaga apabila diperlukan nanti.
Setelah semuanya sudah siap, Andrea kemudian berjalan pergi keluar rumah dan masuk ke dalam mobil miliknya. Lalu tanpa berlama-lama lagi, ia langsung memacu mobilnya dengan cepat. Sepanjang perjalanan menuju Hotel Carmella, Andrea melihat kondisi kota yang sekarang menjadi lebih tenang dan lebih ceria. Anak-anak bermain dengan ceria di pinggir jalan sementara orang tua mereka saling berbincang satu sama lain tak jauh dari anak mereka, ini adalah hari terakhir Andrea berada di kota ini.
Setelah perjalanan yang cukup panjang, Andrea akhirnya sudah sampai di depan Hotel Carmella dimana Ia segera memarkirkan mobilnya dan keluar dari mobilnya. Dengan senapan Lee-Enfield di tangan kanannya, ia masuk begitu saja ke dalam bangunan hotel dimana Ia langsung disambut dengan hangat oleh resepsionis hotel itu yang langsung memberikannya kunci kamar Peter.
“Terima kasih.” Kata Andrea sembari mengambil kunci kamar itu, beberapa penghuni hotel yang kebetulan sedang berada di sekitar Andrea langsung menatapnya dengan tatapan ngeri dan ketakutan.
“Tak perlu khawatir, aku tidak akan membunuh kalian. Jauh-jauh lah dari lantai 2 hotel ini.” Seru Andrea dan beberapa pengunjung segera berlari keluar hotel.
Andrea kemudian menaiki tangga hotel dan berjalan secara perlahan menuju kamar nomor 128 dimana Peter Raymond berada, sesampainya di depan pintu kamar itu. Andrea menyiapkan dirinya, mengokang senapannya dan bersiap untuk membunuh Peter dengan satu tembakkan.
Kemudian, Andrea terdiam sejenak dan ketika Ia tidak mendengar suara apapun dari dalam kamar. Andrea pun segera memasukan kunci ke lubang kunci pintu dan bersiap untuk menarik pintu kamar itu agar terbuka.
Tetapi kemudian suara letusan senapan terdengar dari dalam kamar dan bahu kanan Andrea terkena tembakan, badannya terpental dan topi fedoranya terlepas, rasanya sakit sekali. Kejadian selanjutnya terjadi dengan sangat cepat dan tak berjeda, Peter menendang pintu kamarnya agar terbuka dan kemudian menembakkan dua tembakan cepat yang untungnya sedikit meleset dan mengenai bahu kiri dan paha kiri Andrea. Meskipun tembakannya meleset dan tak membunuh Andrea saat itu juga, tetapi rasa sakitnya sangatlah amat parah, belum pernah Andrea merasa sesakit ini.
Dengan susah payah, Andrea berjalan mundur ke belakang dan berhasil menembakan satu peluru yang sayangnya hanya meleset beberapa senti dari kepala Peter. Setelah menembakan peluru tadi, Andrea melemparkan dirinya ke pintu kamar hotel sebelah kamar Peter yang untungnya tidak terkunci dan langsung terbuka.
Rasa sakitnya semakin menjadi-jadi sekarang, Andrea tidak bisa melihat keberadaan Peter dengan jelas saat ini tetapi Ia bisa mendengar suara langkah kakinya yang semakin mendekat.
Dengan sigap Andrea menarik tuas kokang dan mendorongnya kembali, dengan jari tengah yang siap menarik pelatuk. Andrea sudah siap untuk membunuh Peter ketika Ia muncul di hadapannya.
Bersambung ...
Σχόλια